Tuesday, February 28, 2006

Benarkah Indonesia tidak menarik investor perminyakan ? - Lanjutan

Parameter-parameter aktifitas yg tertuang sebelumnya menunjukkan bahwa Indonesia masih terlihat cukup menarik bagi investor pada periode 10 tahun 1993-2004. Rangking diatas 5 besar pada aktifitas pengeboran serta keberhasilan migas yg diperoleh menunjukkan bahwa Indonesia masih dinilai menarik bagi investor. Karena tujuan assesment ini untuk melihat daya saing antar negara (host country) maka perbandingan antar negara akan lebih menarik untuk diperhatikan ketimbang melihat fluktuasi yg terjadi selama periode dasawarsa itu. Tentunya masa 10 tahun tersebut dianggap sebagai masa yg cukup panjang, sehingga perbandingan antar negara akan lebih berarti ketimbang melihat fluktuasi dalam masa 10 tahun ini.

Dibawah ini saya masih mempergunakan hasil evaluasi Wood Mackenzie.

Untuk full cycle economic dapat dilihat bahwa ranking Indonesia turun ke ranking 5. secara mudahnya ternyata jumlah minyak dan gas yg diketemukan tidak mampu memberikan nilai keekonomian yg lebih besar dibandingkan negara-negara lain. Perlu dilihat apakah lapangan-lapangan yg diketemukan berukuran relatif kecil (marginal) ?

Dari "value creation" -nya jugai dapat pula kita bandingkan apakah memang per-"boe"nya rendah ? (boe=barrel oil ekivalen) Dan ternyata benar bahwa nilai US$ yg dihasilkan per-boe-nya sangat rendah sehingga rankingnya jatuh ke level 38 !.
Apa ini artinya ? Mungkin saja ini menunjukkan bahwa berapapun besarnya jumlah minyak dan gas yg dihasilkan dari usaha eksplorasi (& appraisal) tidak menghasilkan nilai USD yg besar. Dugaan saya sementara adalah besarnya cadangan lapangan-lapangan yg diketemukan relatif kecil (marginal), sehingga nilai per-boe-nya rendah. Atau ada kemungkinan biaya ekplorasinya sangat besar. Ada kemungkinan lapangan-lapangan yg baru diketemukan ini merupakan lapangan-lapangan hasil perluasan "petroleum play" yg sama. Sangat mungkin ini merupakan hasil dari eksplorasi pemain-pemain yg sudah berproduksi. Sehingga penemuan ini hanyalah buntut dari penemuan-penemuan sebelumnya, yg biasanya risikonya rendah namun juga jumlah minyaknya juga sedikit (play safe).

Dengan pengeplotan seperti pada gambar disamping terlihat bahwa secara material penemuan-penemuan migas ini cukup tinggi namun dari segi profit rendah. Mengapa hal ini terjadi ? Ya sangat mungkin karena kebanyakan dari marginal field. Sehingga ongkos untuk mengembangkannya menjadi mahal. Sebenernya aneh juga kalau pengembangan di daerah yg sudah banyak fasilitas produksinya saja masih membutuhkan biaya pengembangan yang mahal. Mungkin anda memiliki data-data lain sehingga kita dapat mengetahui mengapa penemuan ini dinilai "high materiality but low provitability" ? Adakah hubungannya dengan cost recovery ? Toh akhirnya berapapun biaya yg dikeluarkan akan diganti oleh produksinya sendiri. Sehingga project-project pengembangan ini senderung tinggi, toh perusahaan / kontraktor tidak sepenuhnya menanggung pembiayaan ? Sehingga walaupun nilainya provitability proyek-proyek pengembangan ini kecil, mungkin sebenarnya dari sisi perusahaan (kontraktor) masih menguntungkan.

Nah saya menginginkan komentar anda, input, info atau sumbang saran
Anda punya data ... ?
just let me know, its for ours

Marginal Field A field that may not produce enough net income to make it worth developing at a given time; should technical or economic conditions change, such a field may become commercial.

Monday, February 27, 2006

Benarkah Indonesia tidak menarik investor perminyakan ?

Cukup menarik mengkaji apa bener Indonesia tidak menarik lagi. Apa iya Indonesia mulai ditinggalkan investor perminyakan ?

Berikut beberapa data statistik yg dibuat oleh Norman Valentine, Senior Analyst, Wood Mackenzie Ltd untuk periode 1994-2003. Gambar-gambar ini dipresentasikan di IPA (Indonesian Petroleum Association) tahun 2005.

Indonesia is the second most active drilling.
Salah satu indikator dalam investasi di bidang perminyakan adalah pengeboran sumur eksplorasi dan deliniasi (exploration and appraisal).
Silahkan di klik untuk memperbesar gambar disamping.


Jumlah sumur yg dibor mungkin belum cukup sebagai salah satu parameter indikator. Jumlah uang yg dibelanjakan mungkin lebih berarti ketimbang jumlah sumur. Namun Indonesia masih mendudukii peringkat ke empat !



Mungkin anda kurang bisa meyakini kalau tidak melihat hasil-hasil minyak dan gas yg diperoleh dari pengeboran-pengeboran sumur ini. Nah kalau anda lihat gambar disamping ini barangkali anda baru akan yakin bahwa telah bertambah sebesar 7billion boe (barel oil equivalent, termasuk gas). Dalam rangking yg dibuat oleh Mackenzie inipun Indonesia masih menduduki ranking ke 4 !

Namun barangkali hasil ini yg lebih mengkhawatirkan. Terjadi penurunan investasi pada periode 1994-2003 ini. Penurunan inilah yg perlu diperhatikan, perlu mendapat perhatian khusus. Adakah sesuatu yg menjadikan minat investasi ini menurun ? Ilustrasi disamping barangkali bisa menyatakan bahwa ada penurunan investasi di negeri Indonesia ini.
Dan ternyata succes ratio juga mengalami penurunan. Succes ratio dari pengeboran ini tentunya memiliki impak khusus atau mungkin ada penyebab khsusu mengapa success rationya menurun. Adakah kegagalan dalam analisa geologinya ?



Coba kita tengok adakah indikator bisnis yg dekat dengan investasi ini ? Mungkin indikator yg tertuang dalam gambar nanti ini dapat memberikan jawaban mengapa investasi ini menurun.

OK saya teruskan besok ya ....

Kasus Cepu : Mulailah dari evaluasi secara ilmiah-akademis yang benar !


Peta yg dibuat Prof Koesoemadinata tahun dibuat pada Januari 1995, sewaktu blok ini akan di "farm-out".
("Sumur2 Exxon-Mobil saya yang plot di atas peta prospct yang aseli. Sebagai bukti bahwa yg mengidentifikasi pertama bukanlah ExxonMobil", Koesoemadinata).

"Mungkin yang ditulis Mas Syaiful Jazan ada benarnya. Pada akhirnya mungkin putusan politis yg dipergunakan dalam memutuskan operatorship Cepu Block."

On 2/27/06, Syaiful Jazan wrote:
>
> Sudah kelihatan dengan jelas bahwa block Cepu sarat dengan nuansa Politisnya,jadi apapun kehendak kita semua tidak akan terlaksana,dan sebaiknya ikuti aja dan biarkan masyarakat setempat yang akan menentukan nantinya,yang penting agar hydrocarbon segera bisa dimanfaatkan.
>
> sjn

Mulailah dari evaluasi secara ilmiah-akademis yang benar !

Technical Background

Sejak awal saya selalu berusaha mencari dan berusaha memberikan informasi yang berdasarkan atas penelaahan secara ilmiah-akademis. Salah satunya krono-logis, melihat urut-urutan terjadinya benang kusut dalam kerangka waktu. Juga pendekatan saintifik akademis harus lebih didahulukan dalam setiap evaluasi. Banyak istilah-istilah yg merancukan dalam keputusan lanjut yg menjadikan keputusan tidak tepat. Awalnya saya sangat keberatan ketika banyak menyebutkan BanyuUrip sebagai Giant Field. Tentunya ada kaidah-kaidah tertentu dalam menyebutkan Giant Field. Pertama perhitungan dengan kaidah ilmiah dan akademis yg benar. Apakah benar "dia" sebesar angka itu. Kedua apakah angka itu masuk dalam kategori Giant Field ? Istilah giant field hanya utk satu individu lapangan, bukan kolektif dalam satu block. Jadi tidak ada istilah Giant Block. Lapangan Banyu Urip-pun sudah membusang (mirip kasus busang dengan eksagerasi jumlah cadangan).

Konsekuensi logis dari pemberian istilah ini saja sudah akan memberikan dampak yg cukup berat ketika kelanjutan proses ini berjalan alot dengan munculnya kalimat "Mampukah Indonesia mengelola GIANT field". Beberapa komentar bernuansa politis serta merta bermunculan. Apakah Pertamina mampu, apakah orang Indonesia mampu. Nuansa inipun sudah mulai sarat dengan muatan politis dan kepentingan.

Hanya dengan istilah ini saja sudah akan sangat memojokkan Pertamina bahkan secara khusus meragukan keahlian bangsa Indonesia. Disisi lain ada beberapa yg menganggap bahwa teknologi untuk mengelola giant field adalah teknologi canggih. Tentunya anggapan ini sudah menjadi kelirumologi. Teknologi yg dipergunakan untuk memproduksi lapangan giantpun bukan secanggih teknologi NASA bukan ? Teknologi mengelola lapangan besar sudah dibuktikan mampu dikerjakan oleh perusahaan nasional. Medco berhasil mengembangkan lapangan dengan kondisi mirip (carbonates reservoir di Selatan Sumatra). Istilah giantpun terpelintir untuk mempengaruhi keputusan.

Hukum
Proses lain yg berjalan paralel dengan evaluasi teknis adalah perjalanan kasus hukum yg dimulai sejak awal daerah ini dioperasikan oleh Humpuss, sebagai TAC contract area. Namun situsasi politik dalam negeri yg berubah serta awal dari sebuah kesalahan dalam "awarding"
the block yg semakin runyam. Akhirnya kontrak yg sebelumnya berupa TAC menjadi PSC inipun banyak dipertanyakan bahkan oleh Indonesian Petroleum Association. Dahulu, sekitar tahun 90an ketika aku masih bekerja di LASMO New Venture, pernah terbesit issue bahwa daerah-daerah prosepct di daratan Pulau Jawa hanya akan dioperasikan oleh perusahaan nasional. Namun keputusan2 kemaren menjadikan impian yg masih issue tersebut buyar. Pada prinsipnya PSC (Production Sharing Contract) ini mirip BOT (Build Operate and Transfer). Artinya pada akhir kontrak daerah tersebut dikembalikan dahulu ke negara. Proses perpanjangan yg aslinya dalam setiap kotrak "optional"-pun sudah terpelintir menjadi sebuah "keharusan" demi menjaga masuknya investor asing. Sesuatu yg seharusnya sebuah pemberian approval perpanjangan diplintir menjadi "dispute". Bener-bener pemelintiran kontrak yg akhirnya membuyat.

Indonesia may take over dispute in Cepu oil field Tuesday
www.chinaview.cn 2006-02-27 16:26:52

JAKARTA, Feb. 27 (Xinhuanet) -- The Indonesian government may take over a dispute between the state oil firm PT. Pertamina and U.S.-based oil company Exxon Mobil on Tuesday, if the two companies cannot reach an agreement on the operatorship on the 2-billion-U.S.-dollar Cepu oil field in East Java province, a minister said here Monday.


Ekonomi
Pada saat berlangsungnya "negosiasi" (maaf dalam tanda kutip karena bisa saja yg terjadi adalah pemaksaan :), kondisi perekonomian di Indonesia sedang carutmarut juga kondisi kondisi politis ygtegang menjelang pemilihan presiden langsung. Busung lapar-pun pernah diusung sebagai issue untuk sesegera mungkin mendapatkan income dengan mengocorkan minyak dari lapangan-lapangan ini. Harga minyak yg melambungpun menjadikan keinginan ini semakin berubah menjadi "nafsu" untuk sesegera mungkin mengucurkan minyak. Namun pada saat ini dan hari ini semua sudah melupakan si korban "busung lapar" yg namanya pernah dicatut dalam "negosiasi".

Keekonomian ini tentunya bisa saja sebagai dasar dalam memutuskan. Tentunya ini dapat dilakukan setelah memiliki angka cadangan yg benar dan diperoleh dari kaidah ilmiah dan akademis diatas. Bila angka-angka cadangan dan keekonomian sudah siap, mungkin lebih mudah memutuskan siapa diantara kemungkinan2 perusahaan-perusahan EP yg paling banyak memberikan manfaat ekonomi pada negara, pada bangsa Indonesia. Tentunya hanya dengan mengadu masing-masing draft POD-nya lah (POD=Plan Of Developement) yang paling tepat untuk dibandingkan. Belum tentu Pertamina memberikan yg terbaik buat negara dan bangsa, belum tentu ExxonMobil, bisa jadi third option company (bukan diantara keduanya). Namun sayangnya keputusan berdasar keekonomian inipun juga tidak pernah terjadi.

Politis.
Karena beberapa langkah awal sudah terpelintir (twisted), maka memutuskan dengan kaidah bisnis sudah menjadi begitu sulit. Pemerintah Amerika-pun ikut-ikutan mengutik-utik lewat presiden.
Kamis, 25 November 2004 | 20:11 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta: Presiden Amerika Serikat George W. Bush meminta pemerintah Indonesia mengefektifkan kembali beberapa kontrak minyak dan gas bumi di Indonesia, yaitu di ladang gas Tuban (Jawa Timur) dan Cepu (Jawa Tengah). Permintaan tersebut disampaikan ke Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, saat pertemuan bilateral pemimpin kedua negara, di Santiago, Cili, akhir pekan lalu.


Aspek bisnispun sudah tercoreng, bahkan aspek hukum yg harus dijunjung terkena cipratan noda, dimana TAC berubah menjadi PSC menjadi preseden buruk di dunia perminyakan di Indonesia. Masing-masing yg bertikai menggunakan segala cara untuk memperoleh bagian. Keputusan inipun akan melukai semua pemain-pemain industri migas di Indonesia. Mulai dari aspek ilmiah-akademis, aspek hukum, aspek ekonomi semua runyam karena masalahnya sudah menjadi masalah politik.

Nah apa yg bisa kita pelajari dari kasus ini ?
Saya selalu mengajak untuk memulai dari menelaah sesuai kaidah "ilmiah akademis" dalam memulai setiap assesment. Sebagai seorang yg selalu kekeuh dengan memulai evaluasi sesuai kaidah ilmiah akademis dan juga praktisi di bidang migas, terus terang saya malu. Ya malu .... mengapa keputusan yg seharusnya diawali dengan landasan pemikiran ilmiah-akademis dan evaluasi keekonomian yg benar "terpaksa" harus diputuskan secara politis.

I lost my power now,
But I will take it back !


Salam

RDP
"power = ability to make descision"

Sunday, February 26, 2006

Peliknya arus BBM di Indonesia

Menyediakan BBM buat masyarakat yg dilakukan pemerintah cq Pertamina serta partner-partner baru yg baru saja masuk Indonesia (Shell, Petronas dll) menarik utk dilihat. Banyak yg memiliki kepentingan dengan BBM ini. Masyarakat tentunya ingin agar BBM itu murah (walopun saya lebih cenderung menyatakan "terjangkau") dimanapun mereka berada. Pengusaha menginginkan harga bersaing serta ketersediaan BBM secara kontinyu. Dipihak lain pemerintah mengingkan pertamina menjadi sumber penghasilan serta sebagai stabilisator harga minyak diseluruh teritorial negara . Sangat jelas bahwa menyediakan BBM murah (terjangkau) bukan hal yg mudah tentusaja. Beberapa kedalanya utama antara lain harga minyak dunia yang tidak selalu stabil bahkan cenderung naik, sumber minyak dalam negeri yg cenderung menurun akhir-akhir ini, keterpurukan ekonomi Indonesia yg sedang menuju peneymbuhan, serta kondisi kondisi alam Indonesia yang geografis terdiri atas beribu pulau. kerumitan serta keunikan ini menjadikan distribusi BBM menjadi sangat rawan terhadap penyelewengan yg mudah dimanfaatkan pula untuk menganggu stabilitas poleksosbud dalam negeri.

Darimana saja BBM itu berasal ?
Gambar ini menunjukkan kondisi tahun 2005, Digambar ini terihat bagaimana minyak mentah yg sebagian diperoleh dari dalam negeri dan sebagian lain diperoleh dari impor, ya dari impor. Sebenarnya sudah sejak lama Indoensia ini mengimpor minyak untuk diproses di kilang-kilang dalam negeri. Hal ini karena kualitas minyak yg dapat diproses di kilang dalam negeri membutuhkan kualitas minyak-minyak yg ada dalam minyak import. Selain itu juga ketika dibangunnya kilang-kilang ini disesuaikan dengan harga dimana harga minyak saat itu lebih menguntungkan seandainya Indonesia mengimpor minyak.

Distribusi dari BBM ini dikontrol oleh Pertamina hilir seperti dalam gambar ini.
Pola distribusi BBM ini tentunya tidak mudah, karena ada tugas-tugas dan kendala yg harus dipenuhi yaitu harga BBM harus "seragam". Bagaimana harus seragam kalau lokasi-lokasinya sendiri tidak sama jaraknya dari lokasi pengilangan ? Disinilah akhirnya dilakukan subsidi-subsidi silang antar satu lokasi dengan lokasi yang lain, antar satu jenis BBM dengan jenis BBM yang lain. Sebagai tugas pemerintah tentunya harus mampu menyediakan BBM untuk rakyatnya dimanapun mereka berada dari ujung Merauke sampai Meulaboh.

Nah, setelah dengan kendala harus ada kesetaraan harga serta adanya harga minyak yg berbeda-beda di pasaran dunia, juga kondisi geografis yang tidak seua darat dan juga tidak semua harus melalui laut maka distribusi BBM menjadi lebih rumit lagi.
Gambar ini hanya menunjukkan untuk salah satu lokasi di Kalimantan dan sekitarnya, dimana BBM berasal dari kilang di Balikpapan.

KItapun tahu yg disebut dengan BBM tidak hanya minyak tanah, tidak hanya bensin premium namun juga ada diesel, avtur (kebutuhan pesawat) dan lainnya. Tentunya tidak semua jenis BBM ini di sebarkan atau didistribusikan ke seluruh nusantara. Tergantung dari kebutuhan lokal. Selain kebutuhan transportasi, juga kebutuhan industri serta kebutuhan energi. Sebagai informasi kebutuhan listrik di Indonesia ini masih didominasi degan pembangkit listrik dengan BBM.
Penyediaan BBM memang bukan hal sepele, BBM merupakan tulang punggung negara karena sebagai energi disitulah letak dasar strategis pembangunan, kekuatan serta dengan tolok ukurnya produktifitas Indonesia.

Penyediaan BBM untuk masayarakat ini memang bukan tugas mudah bagi Pertamina Juga bukan berarti pertamina boleh meminta fasilitas segalanya, karena disisi lain Pertamina dituntut kemandirian untuk menjadi Perusahaan Terbatas (PT) yg orientasinya ke profit. Dualisme kebutuhan "profit serta pelayanan", juga dualisme "kemandirian dan kontrol pemerintah" menjadikan Pertamina sering menjadi bahan bulan-bulanan diantara masyarakat yg mendambakan pelayanan, Industri yg membutuhkan energi, juga pemerintah yg mendambakan sebagai sumber penghasilan negara.

Pemerintah saat ini sudah mulai membuka investor-investor asing untuk penyediaan BBM untuk masyarakat. Langkah terobosan inipun tidak kalah sengitnya mengundang pro-kontra. Siapa yg nantinya yg berkepentingan mempersiapkan, menyediakan, serta mengontrol suply BBM untuk masyarakat ?

rdp

Thursday, February 23, 2006

Mitos konspirasi atau teori konspirasi ?


Conspiracy Theory ....


Sering sekali menjadi kambing hitam dalam setiap perubahan di dunia. Aku rasa tidak ada yg tahu persis keberadaan atau ketiadaan gerakan ini. Hampir setiap kejadian yg melanda dunia "menyalahkan" pihak yg mengambil keuntungan dalam setiap kejadian. Memang secara logika
sepertinya ok ok saja. Namun saya masih skeptis tentang kebenaran adanya konspirasi yg mampu merubah tatanan dunia, hingga saat ini saya masih menganggapnya "mitos".

Mitos konspirasi ini tidak hanya "bertanggung jawab" atas keterpurukan ekonomi dunia tahun 1997, konspirasi juga termasuk diantara "tuduhan" terhadap pelaku 911 dengan runtuhnya menara kembar WTC. Juga ada yg yakin dan percaya bahwa mitos ini juga bertanggung jawab pada tsunami Des 2004 lalu dengan percobaan nuklir, juga akhirnya mitos ini pula yang yang menjadi "tertuduh" dalam pergerakan harga minyak yg melambung hingga mendekati 60US$/bbl. Dan juga kenaikan BBM di Indonesia.

Mungkin saja benar, mungkin saja memang ada yg "menggerakkan" perubahan-perubahan dunia. Sangat mungkin ada "dalang-dalang" dalam peristiwa menggegerkan dunia yg sedang menuju era globalisasi segala bidang. Logika-logika yg menyertai mitos konspirasipun terasa enak masuk dalam benak otak kanan maupun otak kiri, secara perhitungan maupun perasaan-perasaan non matematis.

Kita coba sebentar untuk mengesampingkan mitos ini
Yang paling bagus itu adalah bertahan hidup dari lingkungan yg sedang kacau-balau.
Yang sangat bermanfaat adalah mencari peluang-peluang dalam setiap kejadian.
Yang sangat hebat adalah siapa saja yg mampu mengambil keuntungan dalam setiap perubahan.
Yang pada akhirnya yg tersisa siapa saja "survive", mreka adalah yg mengikuti dan beradaptasi terhadap lingkungan yg susah diprediksi.

kalau anda akhirnya bertahan hidup,
kalau anda yang mampu memperoleh peluang,
kalau anda yang mampu mengambil setiap keuntungan, dan
kalau anda yang "survive" dalam perubahan peradaban ini
Jangan kaget kalau anda terpaksa harus "duduk di kursi terdakwa" karena diyakini masuk sebagai anggota dalam gerakan konspirasi.

Yang paling pas mungkin sekedar belajar dari setiap kejadian yg ada di
sekitar kita ...
Konspirasi sebuah realita ... atau ... mitos ?
Ah .... itu terserah anda ...

Salam

Monday, February 20, 2006

Energi alternatip dan harga energi


Dulu dianggap harga minyak diatas 25$US/bbl akan menghidupkan beberapa jenis energi alternatif karena semua harga produksi dikaitkan dengan harga minyakbumi saat itu. Sering orang lupa bahwa harga produksi segala jenis energi alternatip itu sendiri akhirnya mengikuti fluktuasi harga minyakbumi. Harga produksinyapun juga akan meningkat mengikuti meningkatnya harga minyakbumi.

Pada akhrinya nanti "harga energi is harga energi" ... apapun jenis sumber energinya. Itulah sebabnya setiap harga selalu dikaitkan dengn SBM (Setara barel minyak) bahkan akhirnya energi listrikpun dihitung balik atau selalu disetarakan dengan minyak. Inilah yg aku sebut "harga energi is harga energi".

Yang penting bagaimana kita menggunakan "energy resources" itu .. ini yang selalu membuat orang lupa, bahwa enegri saat ini bukan seperti energi masa lampau. Dahulu energi diambil sesuai dengan yg diperoleh. Energi gerak diambil dari kuda, energi panas diperoleh dari sinar matahari. Kemudian berkembang menjadi kemudahan memperoleh energi dengan menggunakan mesin, dimana akhirnya mesin2 transportasi lock-up dengan energi minyakbumi.
Suatu saat hukum fisika yg akan berlaku dalam menentukan harga energi, bukan sekedar hukum pasar. Dulu memang kita selalu saja terkesima dengan minyak, karena kemudahan2nya (mudah ditransportasi/ distribusi) dan dalam jangka pendek inilah yg terjadi di pasar energi dunia beberapa dekade yang lalu.

Saat ini globalisasi telah terjadi, jarak bukan lagi menjadi kendala utama dibumi. Sehingga transportasi energi hanyalah sedikit mengontrol harga besaran energi, semua akan menggunakan harga energi global atau paling tidak harga energi regional. Termasuk kita selalu membandingkan harga BBM di Singapore sebagai patokan harga riil BBM di region Asia tengara, karena Singapore tidak memiliki natural resources ini.

Permasalahan energi dunia ini akhirnya menjadi-njadi ketika kelangkaan energi minyak yg sudah terlanjur "lock-up" dengan semua mesin. Semua sudah "terlanjur" dengan mesin diesel serta premium.

Seperti yg sering saya gemborkan bahwa dahulu "hilang"nya batubara dipasaran energi dunia bukan karena kelangkaan batubara, tetapi karena minyak telah "masuk" sebagai sumber energi dengan segala kemudahannya. Nah ketika kemudahan minyak ini terkurangi atau tepatnya tersaingi karena era globalisasi yg memperpendek jarak, maka harga energi dunia menjadi dikontrol oleh ekonomi global atau paling tidak ekonomi regional.

Jadi kalau Indonesia akan mengembangkan energi alternatif (selain migas) hanyalah dengan sebuah niat mengganti dengan memberikan harga energi sesuai dengan hukum fisika. 1 BTU ya dihargai 1 BTU. 1Kwh disetarakan dengan jumlah energinya. Saya tidak anti subsidi, tetapi subsidipun harus memikirkan jenis2 energi ini. Walopun pada akhirnya subsidi akan hilang dengan hukum fisika dan hukum pasar.

Nah itu saja yg aku pikir kearah mana perkembangan harga energi global. Namun jelas pada level detil tentunya akan tidak sesederhana ini. Justru barangkali pada level ekonomi riil (present) barangkali akan ada kenytaan-kenyataan lain pada level detil ini.

RDP

Indonesia miskin atau kaya ?

Memanfaatkan energi alternatif seringkali mengundang diksusi, eh diskusi panjang ... (maksute alternatip itu kali non BBM kali ya). Knapa Indonesia belum beralih juga padahal sudah jelas pemerintah kedodoran mensubsidi energi yg selama ini sudah terlanjur dinikmati rakyat lewat subsidi BBM.

Diskusi menarik di IAGI bahkan Prof Koesoema menunjuk masalah sederhananya soal duik, tapi apa iya duik ini saja masalahnya ?

> -----Original Message-----
> From: R.P. Koesoemadinata [mailto:koesoema@ net.id]
>
> Masalahnya simple: tidak ada duit!

Ya ... Yg tidak ada duit ini pemerintahnya.

Pemerintah Indonesia ini miskin.
Namun duit Indonesia berada di pejabat dan rakyatnya sebagai asset pribadi.
Problem lain soal duit ini adalah masalah distribusi yg tidak merata serta "mode of distribution mechanism" yg cenderung menjadikan sebuah proses produksi memiliki efisiensi yang rendah, secara mudahnya menjadi boros energi. "Money distribution mode" di Indonesia ini sering bentuknya "palak-memalak". Masing-masing rakyat-pejabat-pemerintah ingin enaknya tanpa kerja keras, ini dimulai dari tukang parkir yg memungut bayaran seenaknya, pengemis jalanan hingga direktur perusahaan yg menghendaki proyek dengan sogokan dll, termasuk juga pemerintahan yg ingin meningkatkan pendapatan negara dengan palak ... eh pajak!. Miskinnya pemerintah Indonesia ini menjadikan kontrol jalannya pemerintahan menjadi sangat lemah.

Berbeda dengan Malaysia yg pemerintahnya kaya, sedang jumlah uang beredar di penduduknya relatif lebih sedikit dibanding Indonesia. Namun distribusinya relatif lebih merata dengan proses pemerataan pendapatan yg lebih baik.
Dengan duit yg dimiliki pemerintah sehingga pemerintah mampu memiliki kekuatan kontrol terhadap jalannya pemerintahan.

Tapi apakah di Malesa ngga ada korupsi? upst ... tunggu dulu cara pemberantasan atau lebih tepatnya "pembatasan" korupsi di Malesa ini unik. Koruptor kelas kakap dapat lebih leha-leha dibanding di Indonesia, diem tenang2 saja tidak dikejar-kejar. Sedangkan koruptor kelas teri dikejar2 habis. Sehingga si teri-teri kecil ini ngga berkembang menjadi kakap. Pemberantasan kelas Kakap hanya melahirkan teri-teri kecil yang baru. Coba saja kalau ada koruptor 10Milyar Rupiah, maka dia akan dengan suka rela membagi 2 atau bahkan 6 milyar bagi pelindung2nya. Artinya dari satu percobaan penangkapan koruptor kelas kakap berpotensi untuk munculnya koruptor2 teri. Dan si teri ini kalau tidak dibrantas ya selalu saja ada yg lolos naik kelas kakap.

Nah kembali dengan negara kaya-miskin ...
Berbeda lagi dengan Belanda .... Belanda termasuk negara yang memiliki hutang terbesar di dunia. Namun hutang tersebut hutang terhadap rakyatnya dalam bentuk obligasi. Sehingga pemeritahannya berhati-hati dan selalu berusaha sebaik mungkin terhadap rakyatnya yg memiliki duit.

RDP
"kaya itu harus, sederhana itu wajib"

Saturday, February 04, 2006

Merubah Split atau jalan lain ?

Saat ini pemerintah bermaksud menaikkan split bagi hasil utk PSC Nah apakah cara ini sudah tepat atau ada jalan lain ?

Kalau tujuannya utk meningkatkan investasi tentunya bisa jadi salah tembak. Karena peningkatan investasi bukanlah tanggungjawab DESDM, tetapi menteri2 ekonomi hasil reshufle baru-baru ini yaitu Menko Perekonomian kini berada ditangan Budiono sementara menteri keuangan Sri Mulyani. Mereka ini mestinya yg lebih berprean atau bertanggung jawab dalam peningkatan investasi di Indonesia, tentunya investasi tidak hanya migas yg dibebankan ke DESDM.

Nah kita coba tengok saja sistem PSC negara sebelah. Apa iya split di Indonesia ini tidak menarik ?
Aku terobsesi untuk melihat mengapa split Indonesia saja yg diuplek-uplek sementara yang namanya Production Sharing Contract sebenernya tidak hanya masalah split. Cost recovery, ring fence, crafing area, defining producing area, relingguishment ... dll semua mempengaruhi bagaimana penerimanaan negara pada project-project minyak dan gas bumi.

Ah tapi gimana terjemahannya ?
OK deh ntar satu-satu dibabar ah .... namnaya juga gemesh liat negara yg kaya tapi yg serius mengurus kok ya ngga banyak ... bukannya ngga ada tapi rasanya kurang deh orangnya ... lah wong pada hijrah ke negeri jiran gitu ! ... termasuk saya :(

Geologi Termasuk Science atau Applied, dibawah FMIPA atau F Teknik ?


Is this definition scientifically mean something or just to ease operation ?

Sudah banyak dan sudah sejak lama diskusi apakah Geologi masuk Fak Teknik ataukah MIPA, Ilmu Sosial seperti Geografi jaman dulu dibawah Fisipol, atau barangkali Geologi termasuk Art ? Saya pribadi tidak begitu mempermasalahkan dari sisi scientific. Namun yg pasti beberapa jurusan ini muncul ada keterkaitan historisnya. Misal Geology bisa dimulai dari" perpecahan" MIPA geofisika, ada juga karena "perpecahan" dari Tehnik Sipil, atau bahkan "pemisahan" dari GeoScience (Applied Geoscience).


Pada akhirnya, perkembangan Jurusan "Geology"nya sendiri sangat tergantung dari pengelolaanya. Nah dimulai dari sini akan muncul kepentingan-kepentingan yg seringkali sudah tidak lagi bernuansa ilmiah. Misal apakah gelarnya Insinyur atau Drs ? Kedua gelar ini pernah dibedakan dalam jenjang struktur penggajian, sehingga istilah inipun mengacu ke Jurusan atau Fakultasnya ketika di Universitasnya. Saya sendiri bisa mengacu keduanya. Tujuannya sendiri seringkali demi kemudahan operasional. "Wis kebacut" (sudah terlanjur) dibawah Fakultas Teknik dan selama ini sudah berjalan dengan mudah. Nah coba Mas Minarwan baca-baca itu riwayat pembentukan dari Jurusan-jurusan Geologi yang diacu dibawah itu, pasti deh ada hubungannya.

Jadi sepertinya penggolongan dalam dunia pendidikan tidak semata-mata disesuaikan secara ilmiah, tapi lebih ke "tujuan praktis".Yang menjadi komplikated kalau pengelolanya tidak akur trus mau buat sendiri-sendiri atas dasar urusan pribadi (politicking), misal supaya ada jabatan ketua jurusan baru, supaya ada jabatan dekan baru. Hal inipun bisa jadi sebuah kejadian yang wajar, maksudku sering terjadi di lingkungan industri juga. Dimana sebuah departemen dibentuk karena "kebutuhan". Ada seorang yg cukup senior yang kalau seandainya tidak dibuatkan "kursi" nanti orang yg sedang digalang ke posisi tinggi nantinya ini akan cabut. Maka dengan terpaksa perusahaan "membuat" posisi khusus. Nah setahuku Jurusan Teknik Geologi UGM ini dahulunya pecahan dari Sipil, bener tak ? mBah Roso pendiri Geologi UGM dulu dari jurusan apa ya ?


RDP

On 2/3/06, Minarwan wrote:
> Di kota Melbourne semua Geologi, Astronomi dan Meteorologi masuk ke
> Fakultas Sains Pak Dhe. Enggak cuman di kota Melbourne, di tempat lain

> juga.
>
> Kalau di Utrecht Belanda punya Fakultas sendiri, namanya Geosains.

> Kalau di TU Delft, malah masuk School of Civil Engineering and

> Geosciences. Terus jurusannya Geotechnology, baru sectionnya Applied

> Geophysics & Petrophysics, Applied Geology, bahkan Petroleum

> Engineering. >
> Di Inggris juga masuk ke "Ilmu Kebumian" lho......jadi bukan "Teknik Geologi".
> Ayuk bersiap-siap ST atau Insinyurnya jadi SSi........

> Siapa berani usulkan ke jurusan nanti pas bicara kurikulum? :D

>

> Minarwan

Wednesday, February 01, 2006

Sukses

Sukses skill ...

Apa yg dimaksud sukses skill ... wah aku ya bingung apa maksudte. tapi kalau diminta utk mengisi seminar dengan topik sukses skill dalam meiniti karier di bidang ilmu kebumian ya terpaksalah aku membuatnya.

Bagiku mengisi bagaimana menjadi geoscientist yg baik tidak begitu sulit. Dasar-dasar ilmu geologi selalu ada yg wajib diketahui, penting sertia perlu dimiliki. Juga ketrampilan tertentu dalam menunjang kariernya.

Namun yg paling sulit adalah mendefinisikan "sukses". Sukses merupakan satu posisi dimana terlihat "wah", glamour, impian, disire ... what everlah ...
Taapi ...Apa tolok ukur sebuah kesuksesan coba ?
Mobil jejer-jejer sampai lima di garasi, ataukah rumah yg luasnya 1000 meter dengan kolam renang atau sukses menjadi seorang doktor (mondok dikantor) ... ataukah sukses adalah orang yg hidupnya bahagia dengan keluarganya ... wah susah mendefinisikan sukses ini.

Sukses itu sangat-sangat relatip.

Sukses is a journey ... not just destination !

rdp