Monday, February 27, 2006

Benarkah Indonesia tidak menarik investor perminyakan ?

Cukup menarik mengkaji apa bener Indonesia tidak menarik lagi. Apa iya Indonesia mulai ditinggalkan investor perminyakan ?

Berikut beberapa data statistik yg dibuat oleh Norman Valentine, Senior Analyst, Wood Mackenzie Ltd untuk periode 1994-2003. Gambar-gambar ini dipresentasikan di IPA (Indonesian Petroleum Association) tahun 2005.

Indonesia is the second most active drilling.
Salah satu indikator dalam investasi di bidang perminyakan adalah pengeboran sumur eksplorasi dan deliniasi (exploration and appraisal).
Silahkan di klik untuk memperbesar gambar disamping.


Jumlah sumur yg dibor mungkin belum cukup sebagai salah satu parameter indikator. Jumlah uang yg dibelanjakan mungkin lebih berarti ketimbang jumlah sumur. Namun Indonesia masih mendudukii peringkat ke empat !



Mungkin anda kurang bisa meyakini kalau tidak melihat hasil-hasil minyak dan gas yg diperoleh dari pengeboran-pengeboran sumur ini. Nah kalau anda lihat gambar disamping ini barangkali anda baru akan yakin bahwa telah bertambah sebesar 7billion boe (barel oil equivalent, termasuk gas). Dalam rangking yg dibuat oleh Mackenzie inipun Indonesia masih menduduki ranking ke 4 !

Namun barangkali hasil ini yg lebih mengkhawatirkan. Terjadi penurunan investasi pada periode 1994-2003 ini. Penurunan inilah yg perlu diperhatikan, perlu mendapat perhatian khusus. Adakah sesuatu yg menjadikan minat investasi ini menurun ? Ilustrasi disamping barangkali bisa menyatakan bahwa ada penurunan investasi di negeri Indonesia ini.
Dan ternyata succes ratio juga mengalami penurunan. Succes ratio dari pengeboran ini tentunya memiliki impak khusus atau mungkin ada penyebab khsusu mengapa success rationya menurun. Adakah kegagalan dalam analisa geologinya ?



Coba kita tengok adakah indikator bisnis yg dekat dengan investasi ini ? Mungkin indikator yg tertuang dalam gambar nanti ini dapat memberikan jawaban mengapa investasi ini menurun.

OK saya teruskan besok ya ....

4 Comments:

At 2/28/2006 06:16:00 AM , Blogger Minarwan (Min) said...

Pertama:
Statistik seperti ini bisa mengecoh lho. Untuk gambar 1, periode yang diliputi adalah 1994-2003, dengan kata lain jika 1994-1998 drillingnya sering, maka total stats masih akan akan bagus, tapi jika stats th 1999-2004 dilihat secara independen, mungkin hasilnya akan jelek sekali.

Kedua:
Gambar 1 itu juga mencakup pengeboran untuk appraisal, artinya pengeboran yang dilakukan murni untuk sumur eksplorasi bisa saja jauh lebih rendah. Jika ada breakdown mana yang eksplorasi dan mana yang appraisal, kelihatannya akan sanga menarik.

Ketiga:
Dari gambar 3 (kalo gak salah), pertambangan cadangan ternyata lebih banyak disumbang oleh gas, walaupun sudah dikonversi ke BOE. Ekplorasi/produksi gas boleh dikatakan relatif lebih rendah risk-nya dibandingkan dengan eksplorasi minyak. Mungkin investornya mulai ketakutan/tidak berhasil mencari minyaknya jadi agak-agak mundur?

Keempat:
There are three kinds of lies, yaitu lies, damn lies, and statistics :D

 
At 2/28/2006 07:13:00 AM , Blogger Rovicky Dwi Putrohari said...

gut view, Min !
1. Gambar2 ini dibuat oleh WoodMckenzie seperti yg aku tulis diatas. Ini dipresentasikan August 2005 di IPA. Hasil2 tahun 2004-2005 tentunya belum lengkap shg distop hingga tahun 2003 saja. Sangat menarik kalau kita bisa terusin hingga 2005.

2. Expl&App well keduanya merupakan investasi "capital expenditure" dalam perhitungan ekonomi. Berbeda dengan sumur pengembangan (developemnt) yg masuk dalam "next scenario".

3. Ya betul itu disumbang terbanyak oleh Gas. Itulah sebabnya belum saya masukkan keekonomiannya.

Wanna see the economic ?
be patient !

 
At 2/28/2006 08:35:00 AM , Anonymous Anonymous said...

Mas Rovicky,

Saya sangat tertarik dengan tema investasi di oil&gas business. untuk tabel investasi periode '94-'03, terjadi penurunan, apakah hal ini korelatif dengan kondisi global bisnis ini?

Banyak hal besar terjadi di range tahun ini, sebutlah tragedi 11 September. Dan hal yg paling krusial dan maha penting dalam bisnis oil&gas ini adalah "fluktuatif harga". Kalo Mas Rovicky lihat trend harga untuk periode '94-'03, secara garis besar, harga mempunyai trend yg "naik" dengan cepat. Secara gampangnya, kalo harga lagi naik, investasi di bidang eksplorasi pasti "menciut", karena pada periode ini company berlomba2 menjual produknya secara tepat waktu dan jumlah banyak. Perlu diingat bahwa, investasi di bidang ini, berjalan dalam jangka panjang (4-8 tahun), orang mau inivest lebih banyak uang ke eksplorasi, kalo minimal ada garansi 4 tahun ke depan, harga akan stabil.

Apa yg terjadi adalah "fenomena" dimana terjadi "jual beli" blok yg sudah develop, hal ini memungkinkan company untuk segera menjual minyak atau gas mereka secepatnya. Dibandingkan invest lebih ke eksplorasi, company mempunyai trend untuk membeli atau merger terhadap lapangan yg siap produksi.
jadi kesimpulannya :
kalo harga lagi tinggi, mending pompa sebanyak2nya! daripada ngebor eksplorasi yg POS-nya makin kecil aja!..yah namanya juga orang bisnis

salam,
Indra Permana - Eni Indonesia
ex Master Management Geology =)

 
At 3/01/2006 07:59:00 PM , Blogger Rovicky Dwi Putrohari said...

Kondisi global memang mungkin saja mempengaruhi penurunan investasi ini. Tetapi saya melihatnya selama 10 tahun (93-04) Indonesia termasuk rankingnya tinggi.
Bisa jadi yg lain konstan sedang Indonesia saja yg turun, atau memang semua turun bersamaan. Jadi ada relatifitas antar negara2 yg di "benchmark"

Memang salah satu cara bisnis adalah membeli blok baru yg sudah berproduksi, namun barangkali secara global sebenernya tidak ada penambahan cadangan dunia. Walopun perusahaan menyatakan "provitable", tetapi kenyataannya tidak ada penambahan. Dengan demikian akhirnya hargaminyaknya harus tinggi utk menutup biaya pebelian blok.

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home