Wednesday, May 10, 2006

Who is in charge ?

PEMBERIAN PENGHARGAAN INVESTASI SOSIAL KEPADA KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA (KKKS) AMERADA HESS DAN KONSORSIUM NATUNA BARAT
JAKARTA, 27 APRIL 2006

Pada hari ini, Kamis, 27 April 2006, 2 Kontraktor Kontrak Kerja Sama BPMIGAS yang terdiri: Amerada Hess yang beroperasi di Kabupaten Gresik, Jawa Timur dan Konsorsium Natuna Barat yang merupakan konsorsium dari ConocoPhillips, Premier Oil dan Star Energy yang beroperasi di Kepulauan Natuna memperoleh Penghargaan Investasi Sosial untuk kategori perusahaan tambang minyak dan gas bumi. Penghargaan diberikan atas keberhasilan kedua perusahaan tersebut dalam melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu salah satu program yang dilaksanakan agar perusahaan dan komunitas atau elemen-elemen dalam jaringan sosialnya bisa tumbuh dan berkembang bersama.

selengkapnya :
http://www.bpmigas.com/media-siaranpers-detail.asp?id=2006040110

Ternyata, siapa yg lebih berperan (in charge) didalam operasi migas suatu daerah akan ditentukandengan melihat siapa kontraktornya. Dalam hal setiap kegiatan walaupun logo BPMIGAS ada disebelahnya tetap saja nama kontraktor tetap lebih diakui. Padahal kita tahu bahwa biayanya juga nantinya masuk "cost recovery".
Namun itulah keuntungan "operator" di Indonesia ini. Lah Departemen sosial saja memberikan penghargaannya ke kontraktor bukan ke BPMIGAS. Soalnya kalau BPMIGAS juga yg mendapat penghargaan nanti dibilang "masak jeruk minum jeruk". Namun .... Itulah yg
menyebabkan rakyat didaerah akan sangat mungkin saja beranggapan "program 'community development' itu adalah pemberian dari kontraktor ... pemerintah pusat mah ngga mau bantuin".

Sulit memang ... karena kalau harus melalui pemerintah dahulu, maka toh akhirnya yg lama ditunggu-tunggu dananya turun melalui pemerintah pusat, lebih lagi kalau terus ditanyakan apakah juga akan sampai kedaerah seefisien kalau lewat KPS (kontraktor) ini ?...
waaah mbulet juga deh ...

Disinilah "previledge" untuk mendapatkan "nama" bila menjadi operator.
Lembu yg diperah sapi yg dapet nama ....

2 Comments:

At 5/14/2006 07:41:00 PM , Anonymous Anonymous said...

Komen di milist IAGI-net:

Cilaka memang, kirain cuma rakyat awam yg tidak tahu tentang hal ini. Kalau ketidaktahuan ini sampai ke level departemen ya parah donk.

BP Migas perlu kasih informasi ini ke DPR agar ketika berbicara mewakili rakyat faham siapa sebenarnya malaikat yg membantu rakyat itu. dan juga ke Presiden, agar dalam rapat kabinet dijelaskan lagi ke semua mentri, karena urusan migas ini pasti menyangkut multi departemen.

Jangan sampai terjadi : "asal bule pasti bagus, asal bule pasti baik"

AB

 
At 5/14/2006 07:43:00 PM , Blogger Rovicky Dwi Putrohari said...

Duh, Mas Arief jangan trus cilaka gitu aah ... !

Ini memang sudah dalam paket sistem PSC ... dalam Production Sharing Contract yang incharge itu ya operator. Tapi satu sisi negatipnya justru pengertian masyarakat karena tertutupi "cost recovery". Wajar juga kontraktor yg memperoleh nama, karena kontraktor yg memiliki inisiasi dan eksekusi, "tidak hanya soal dana". Dan seperti yg saya singgung sebelumnya "apakah kalau menunggu dari pemerintah pusat
nantinya akan seefisien kalau lewat KPS ?" ... duh, maaf ... suudzon deh aku :(

Disatu sisi yg dianggap "incharge" ini memang akan mendapatkan nama
baik, tentunya kalau hal yg bagus. Namun seandainya melakukan kesalahan (hal buruk), tentunya kontraktor juga yg akan menanggung
dan menjawab. Ini satu paket !

Nah kalau TAC atau saat ini nanti KKS, itu bagaimana ? Siapa yg
incharge, Pertamina atau kontraktor ?
KKS itu adalah daerah yg diberikan oleh negara cg MIGAS dan dioperasikan Pertamina, namun nantinya perusahaan lain bisa bekerja sama dengan Pertamina mengelola daerah ini. ..... Nah siapa yg "incharge" disini ?.

Kalau saya ada di BPMIGAS maka saya akan "teriak-teriak" juga
(speak-up !), bahwa akupun ikutan disitu, looh. Ini kadangkala
masalahnya hanya keterlibatan secara aktif saja.
Itulah pentingnya "SPEAK-UP !" ... jangan diem-diem saja. Beritahukan
bahwa perbuatan itu juga peranan kita. Bukan untuk sombong tetapi
untuk lebih mendudukkan persoalan seperti apa adanya. ...... makanya
KLAIM itu seringkali sangat perlu.

Karena lantangnya teriakan seringkali yg "terdengar dianggap yg benar" ... looh piye kui ? Kita bisa saja berargumentasi setelahnya
... tapi seringkali --> sudah telat !!!.

Howgh !

RDP
"aku seingkali ndak bisa jadi wong jowo yg lembah manah ... sorry"

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home