Monday, June 19, 2006

Ada apa dengan mud flow di Jawa Timur ini ?

Banyak yg bertanya-tanya apa sebenarnya terjadi.
Saya mencoba menjelaskan apa yg terjadi (bukan penyebab bisa terjadi) berdasarkan atas data-data yg diketemukan dari Mailist serta publikasi-puiblikasi yang ada.

Gambar satu dibawah memperlihat penampang dari Porong Reef (modifkasi dari Kusumastuti, 2002). Terlihat disitu proyeksi dari sumur Porong-1. Coba perhatikan :
- Patahan yg memotong puncak dari batugamping Formasi Kujung
- Indikasi SLUMP (kemungkinan menunjukkan mobile shale)
- Collapse zone (indikasi pernah terjadinya colapse didaerah ini pada masa lampau)

Dari paper ilmiah yg dipublikasikan AAPG (American Association of Petroleum Geologist) dan ditulis oleh Arse Kusumastuti tahun 2002 ini diketahui bahwa adanya colapse pada masa lampau.

Pada saat operasi terjadi liquifaction (pencairan) atau seperti agar-agar yg dihentakkan secara mendadak sehingga mecotot keluar. Pada kondisi stabil mobile shale (mobile clay) ini seperti tanah lempung yg sering kita lihat dipermukaan yg sangat liat. Namun ketika kondisi dinamis (karena mengalir) maka percampuran dengan air bawah tanah menjadikan lempung ini seperti bubur.

Gambar 2 memeprlihatkan Sumur Banjar Panji-1 dilokasi yg berdekatan dengan Porong-1. Harap diketahui bahwa BP-1 tidak berada persis dalam line seismic ini. Namun untuk mempermudah saya gambarkan terproyeksi ke seismic yg ada. Kedalaman sumur ini sudah 9200 feet atau secara verikal mungkin sekitar 3.5 Km.

Dari hasil diskusi di beberapa mailist serta informasi di media, diketahui bahwa yg keluar saat ini adalah lumpur dengan material yg berasal dari formasi berumur Pliosen. Analisis nannofosil di lumpur menunjukkan umur sekitar Pliosen - sama dengan kandungan fosil di kedalaman 2000-6000 ft di sumur tersebut, ppm cloride sekitar 10.000, lumpur mengandung material volkanik, di awal2 semburan lumpur mengeluarkan gas H2S, temperatur lumpur sekitar 40-50 deg C.

Mud volkano ini bisa melalui crack (patahan) yang sudah ada dapat juga melalui pinggiran sumur dengan membentuk crack/fracture yang baru. Keduanya akan menyebabkan kejadian yang sama yaitu keluarnya lumpur.

Sumur hijau menunjukkan bagaimana kemungkinan atau salah satu cara menghentikan luapan dari lumpur yg mobile dibawah ini. Caranya salahsatunya dengan mempompakan lumpur dengan berat jenis tinggi sehingga lumpur dibawah tidak kuat lagi "menendang" (flowing) ke atas.

Mekanisme mudvolkano ini mirip yg ada di Bledug Kuwu juga di Sangiran dome seperti yg digambarkan dibawah ini.
Dengan debit luapan lumpur mencapai 5000 meterkubik sehari dapat dipastikan yg keluar saat ini sudah bukan lumpur pemboran. Pencemaran alamiah seperti ini yg perlu dicegah.


--- tambahan ---

Peta serta korelasi penampang sumur2 yg menembus batuan2 yg mirip dengan yg ditembus di BD-Ridge.











7 Comments:

At 6/19/2006 01:30:00 PM , Anonymous Anonymous said...

Mas, lalu bagaimana dengan teorinya Pak Awang soal pengaruh gempa Opak yang baru lalu? Kalau nggak salah bukan slump dan liquefaction yang ditrigger oleh pemboran, tapi liquefaction yang ditrigger oleh gempa?

 
At 6/19/2006 01:42:00 PM , Blogger Rovicky Dwi Putrohari said...

Kalau tempat muculnya diketahui mungkin akan ada "clue" (petunjuk). Kalau gempa mentriger dan seperti dugaan awang bahwa liquifaction akibat gempa mungkin tempat muculnya akan mengikuti patahan, dan penyebarannya mengikuti patahan. Namun kalau tempat munculnya mud volkano lebih mendekati lubang pemboran dan acak, barangkali lebih dipicu oleh pemboran.

Nah sayangnya tidak ada yg memberitahukan ke aku dimana saja posisi lubang-lubang ini. Kalau ada yg mempublikasikannya tentunya akan membantu mengetahui apa penyebab mudvolkano ini.

Note : btw, ini masih dugaan looh, masih banyak kemungkinan lain yg saya tidak tahu. Data rial selama operasi pengeboran serta data sumur Porong-1 aku pikir akan lebih akurat.

 
At 6/19/2006 04:28:00 PM , Anonymous Anonymous said...

Mas...
menarik bahwa overpressurenya di atas karbonate...
Mungkin sama seperti cerita Pak Awang , menghadapi overpressure dulu berhasil ditangani, tapi tidak dicasing dan begitu tembus karbonate yang loss, maka mud yang dipakai untuk menahan overpressure juga hilang dan terjadilah semburan lumpur itu.
Saya pribadi cenderung mengatakan bahwa lumpur tetap banyak keluar lewat lubang bor..kalau lubang bor berhasil ditutup maka lumpur juga tidak akan / berkurang .
dalam kasus ini saya kurang yakin bahwa injeksion well akan membantu menghentikan semburan...

 
At 6/19/2006 06:53:00 PM , Blogger Rovicky Dwi Putrohari said...

Salah satu data yg penting sebelum melakukan pengeboran "relief well" adalah mengetahui sumber kebocoran atau jalannya luapan lumpur ini. Apakah dari sekitar lubang sumur yg mengalami 'crack' (rekahan) atau melewati patahan. Kalau sudah dipastikan dari lubang sumur tentunya akan lebih mudah menanganinya.

Hal yg lebih pentinglagi tentunya "pembelajaran" supaya tidak terjadi lagi dimasa mendatang.

 
At 6/20/2006 03:35:00 PM , Anonymous Anonymous said...

Cik RDP,

1. Berapa kedalaman & tebal lapisan Pliosen ini ?
2. Apa yg dimaksud dgn collapsed zone tsb ?

Salam,
Doddy

 
At 6/20/2006 10:59:00 PM , Anonymous Anonymous said...

Mas,

apakah kejadian serupa dgn BP-1 pernah terjadi juga sewaktu mengebor Porong-1?
karena toh sama-sama kena fault.

 
At 6/20/2006 11:17:00 PM , Anonymous Anonymous said...

colapse feature ini menunjukkan geometrical shape kemungkinan pernah ada colapse (subsidence kecil) oleh ARSE 2002.



di Porong tdk ada BO ttp mengalami gain
maupun loss. hanya saja krn csg dipasang diatas atau sebelum kujung ma
ka komplikasinya tdk separah BP1

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home