Friday, June 09, 2006

Berikan informasi kebumian itu ke semua rakyat !

Dari komentar blognya Irwan Meilano, kawan kita yg sedang nimba ilmu gempa di Nagoya Jepang : http://www.seis.nagoya-u.ac.jp/~irwan/Blog/page0.html
Komentar dibawah ini ditulis pada tulisan Irwan : House reinforcement. Bagaimana masyarakat Jepang justru jenuh dengan informasi yg bertubi-tubi tapi tak pernah dirasakan.

====================
Kalau di Indonesia bagaimana?

Kapan wacana "mitigasi bencana" (terutama gempa), menjadi konsumsi
publik? Bagaimana itu menjadi suatu kebutuhan di masyarakat kita?
seperti layaknya tontonan infotainment sekarang ini?
for their own safety..... harus ada kampanye untuk ini. Dibarengi
dengan model pembangunan yang mengantisipasi benca. Mungkinkah? kapan?

cheers,

nurdin
==============================

Pertanyaan diatas sungguh menggelitik saya.
Bagaimana tidak di satu sisi banyak ahli kebumian yg takut-takut memberikan informasi gejala alam kegeologian terutama kebencanaan karena dikhawatirkan membuat panik. Namun disatu sisi yg lain banyak juga masyarakat yg haus informasi bahkan seolah "menuntut" pada ahli kebumian untuk memberikan sedikit ilmunya kepada mereka. Bahkan melalui tontonan semacam "infotainment".

Ada beberapa hal yg dapat saya tarik disini. Masyarakat Indonesia sekarang sudah banyak yg mengenal apa itu "geologi" apa itu "geofisika", dulu ditahun 1980an ketika saya masuk kuliah, selalu saja ditanyain apaan sih geologi itu ? apabedanya dengan geografi ?

Saat ini rakyat sedang haus informasi kebumian dan justru saat tepat bagi ahli-ahli geologi-geofisika utk meneruskan memasyarakatkan apa itu geologi dan bagaiamana kondisi geologi-geofisika negeri ini.

Wakeup call

tanah-airnya. Dalam ilmu pemasaran serta ilmu pendidikan ada saat awal yg disebut "gaining attention". Alam sudah membantu kita untuk menarik perhatian ini.

Bukan sekedar kolam susu.

Memang dahulu sewaktu awal kemerdekaan (tahun 1945) banyak rakyat yg pesimis akan kemerdekaan serta kemandiriannya, sehingga para pendiri negara ini merasa perlu meningkatkan keyakinan serta semangat membangun dengan memberikan pameo bahwa negara kita Indonesia ini adalah bagaikan ratna mutu manikam. Mereka tidaklah keliru. Saat itu
memang itulah pameo yg tepat dan harus disebarluaskan untuk "memulai" membangun negara ini secara mandiri.

Saat ini Indonesia sudah merdeka lebih dari setengah abad. Saat ini Indonesia sudah merasakan bagaimana jalan menuju cita-cita merdeka tidaklah mudah. Jalan yg dilalui dengan semangat Indonesia yang gemah ripah lohjinawi adalah sebuah kiasan yg tidak dapat ditelan mentah-mentah, perlu adanya sebuah usaha mencerna serta mengunyah dengan tepat.

Saat ini sudah tepat untuk memulai memberitahukan bagaimana kondisi asli Indonesia yg selain memiliki kekayaan yang berlimpah juga berada dalam "Ring of fire" atau "Ring of disaster". Kedua kombinasi kekayaan serta bahaya ini harus disadari betul-betul. Bahwa alam ini selalu
berjalan-jalan dari satu kesetimbangan menuju ke kesetimbangan yang lain. Disela-sela saat-saat perubahan kesetimbangan alam ini rakyat Indonesia harus pandai-pandai memanfaatkan peluangnya.

Kepanikan yang sering muncul saat ini lebih disebabkan karena ketidak-tahuan. Jadi beritahukan mitigasi seperti apa yg diperlukan, beritahukan kalau memang ada bahaya, beritahukan kalau memang ada sumberdaya alam. Sebagian rakyat sudah menginginkan ilmu geologi saat ini.

Semoga ada kawan yg tergerak dengan pertanyaan Nurdin diatas.

Bencana global gempa yang disertai tsunami di Aceh 26 Desember 2004 telah "membangunkan" banyak rakyat Indonesia utk sadar akan kondisi tanah-airnya. Dalam ilmu pemasaran serta ilmu pendidikan ada saat awal yg disebut "gaining attention". Alam sudah membantu kita untuk menarik perhatian ini. Nah mestinya momentum ini diteruskan oleh para ahli dan pemerhati kebumian (geologi-geofisika) untuk menjelaskan ilmu yg telah dipelajarinya.

Wakeup call ini sudah lebih dahulu ditangkap oleh media. Media akan serta-merta mencarikan info-info ini darimana saja. Dan layaknya orang yg sakit kalau sudah mentok ke dokter maka mereka mencoba pengobatan alternatif. Begitu juga rakyat Indonesia, kalau ahli kebumiannya tidak memberikan informasi yg diketahuinya ya tentusaja mereka mencari sumber-sumber informasi alternatif yang ada. Bentuknya bisa bermacam-macam termasuk paranormal, dukun, klenik dan lain-lain.

Bukan sekedar kolam susu

Memang dahulu sewaktu awal kemerdekaan (tahun 1945) banyak rakyat yg pesimis akan kemerdekaannya serta kemandiriannya, sehingga para pendiri negara ini merasa perlu meningkatkan keyakinan serta semangat membangun dengan memberikan pameo bahwa negara kita Indonesia ini adalah negeri yang bagaikan ratna mutu manikam. Mereka tidaklah keliru. Saat itu memang itulah pameo yg tepat dan harus disebarluaskan untuk "memulai" membangun negara ini secara mandiri.

Saat ini Indonesia sudah merdeka lebih dari setengah abad. Saat ini Indonesia sudah merasakan bagaimana jalan menuju cita-cita merdeka tidaklah mudah. Jalan yg dilalui dengan semangat Indonesia yang gemah ripah lohjinawi adalah sebuah kiasan yg tidak dapat ditelan mentah-mentah, perlu adanya sebuah usaha memasak, mencerna serta mengunyah dengan tepat.

Saat ini sudah tepat untuk memulai memberitahukan bagaimana kondisi asli Indonesia yg selain memiliki kekayaan yang berlimpah juga berada dalam "Ring of fire" atau "Ring of disaster". Kedua kombinasi kekayaan serta bahaya ini harus disadari betul-betul. Bahwa alam ini selalu
berjalan-jalan dari satu kesetimbangan menuju ke kesetimbangan yang lain. Disela-sela saat-saat erubahan ini rakyat Indonesia harus pandai-pandai memanfaatkan peluangnya.

Panik

Kepanikan yang sering muncul saat ini lebih disebabkan karena ketidak-tahuan. Jadi beritahukan saja langkah-langkah mitigasi seperti apa yg diperlukan, beritahukan kalau memang ada bahaya, beritahukan kalau memang ada sumberdaya alam. Sebagian besar rakyat indonesia sudah menginginkan ilmu geologi saat ini. Memberikan informasi ke masyarakat awam kebumian memang harus hati-hati. Pemberian informasi inipun sering dihiperbolikkan oleh media utk mengejar jumlah omzet pemasaran. hal ini juga harus diperhatikan.

Namun penyebaran ilmu geologi tanpa media juga tidak mudah. Kolaborasi keduanya sangatlah diperlukan. Wartawan dan reporter harus diberi bekal ilmu kebumian. Reporter aktifitas gunungapipun perlu dibekali ilmu tentang gunung api sehingga dapat memberikan informasi akurat serta tidak membahayakan dirinya ketika meliput sebuah peristiwa bencana.

Semoga ada kawan ahli kebumian yg tergerak dengan pertanyaan Nurdin diatas.

1 Comments:

At 9/14/2006 11:33:00 AM , Anonymous Anonymous said...

Haha... aku punya cerita agak lucu tapi miris soal ini. Waktu seabis tsunami di Aceh tahun 2004, kawasan Pangandaran langsung sepi. Untuk itu pemda berinisiatif untuk 'membangunkan' sektor pariwisata dengan cara meyakinkan masyarakat bahwa pantai selatan Jabar BEBAS tsunami. Percaya atau tidak, banyak juga loh geologist/geoscientists yang mendukung aksi ini. Yah... akhirnya kita tahu ternyata tsunami terjadi juga di Pangandaran 'kan? Begitulah kalau kita meninabobokan dan malah menyembunyikan informasi yang seharusnya sampai ke masyarakat. (sori kalau ada yang tersinggung, tapi ini buat kita introspeksi). Yang penting, siapa dong yang mau bantuin saya buat memberikan informasi soal mitigasi bencana di Jabar? Tapi ini mah proyek gratisan, itung-itung amal. Akhir-akhir ini aku kok ngerasa bumi ini marah sama kita-kita geologist karena selama ini terlalu berpihak pada kepentingan pemodal besar saja.

Udah ya, salam kenal buat yang punya blog... way to go!!

deyul

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home